Friday, 24 February 2017

Cerita Pendek Bahasa Indonesia



Gadis Malam
Setiap pagi, aku hanya dapat melihat dunia luar dibalik jendela rumah ini. Penyakitku yang membatasi semua aktifitasku. Kota ini yang belum sepenuhnya dapat kujajahi, pastinya merasa kesepian. Semuanya terlalu membosankan. Hingga suatu saat, seorang yang tidak pernah aku bayangkan datang, mengubah hidupku.
Aku hanyalah gadis biasa, dengan perawakan yang biasa, dan penampilan yang biasa pula. Dulu, hari – hari selalu kuhabiskan dengan bermain dan belajar, hingga—ya hingga penyakit ini menyerang tubuhku, ketika aku berusia 10 tahun. Aku menderita penyakit XP, atau Xeroderma Pigmentosa. Saat itu, aku belum mengetahui apa itu penyakit XP, tetapi Ayah dan Ibu selalu melarangku untuk keluar rumah.
“Maafkan Ayah, tetapi kamu tidak boleh keluar rumah untuk bermain, ke sekolah, berbelanja, ataupun segala kegiatan yang ingin kamu lakukan sedari pagi hingga sore hari di luar rumah. Bukan Ayah dan Ibu yang melarangmu, tetapi penyakit ini yang menghentikanmu, Yui.”
Aku hanya menuruti kata – kata mereka, karena aku belum sepenuhnya mengerti tentang penyakitku ini. Mungkin aku alergi terhadap matahari, pikirku.
Ibu dan Ayahku sepertinya telah membawaku berkeliling dunia hanya untuk menemukan obat dari penyakit ini. Bukan maksud untuk menyerah, tetapi aku menghentikan Ayah dan Ibuku berjuang menemukan obat penyakitku, karena kini aku tahu, penyakit ini tidak dapat disembuhkan—Penyakit ini adalah penyakit pada lapisan kulit yang tersebar diseluruh tubuhku, yang jika terkena sinar matahari dapat  merusak kulit, bahkan mengakibatkan kanker kulit, dan kematian—Jadi mereka tidak perlu berpura – pura dan meyakinkanku bahwa obat untuk penyakit ini ada. Aku memilih untuk bertahan melawan keadaanku. Hidup di tengah malam, dan tidur di siang hari, pola hidup yang berbeda dari orang normal biasanya—yang kadang juga, membuatku merasa kesepian.
Suatu malam, aku bermain keluar rumah hendak menikmati udara malam—seperti hal yang biasa kulakukan.
“Ibu, aku hendak bermain keluar rumah, tidak apa kan? Lagipula sekarang ini malam hari”
“Ibu ijinkan, tetapi jangan bermain terlalu jauh dari rumah, dan sebelum lewat tengah malam, kau harus sudah pulang.” Kata Ibuku dengan nada khawatir.
Aku pun pergi dan menyusuri jalan malam di kota ini dengan gitar yang kubawa.  Masih banyak orang yang berlalu lalang, gumamku. Aku pergi ke taman yang tidak terlalu jauh dari rumahku. Taman itu adalah taman dimana aku terbiasa bermain menghabiskan malamku. Setiap kali aku pergi kesana, aku dapat menikmati indahnya malam, sembari menutupi kesepianku di tempat yang ramai itu.
Seperti biasa, aku mencari sisi taman yang cukup sepi, agar aku dapat menikmati kesepianku. Aku selalu duduk di kursi yang sama, yang terletak di pojok taman itu. Tetapi aku tersadar, ada seorang laki - laki yang memperhatikanku. Orang yang sama, dari hari ke hari setiap aku datang kesini. Dia duduk berseberangan arah denganku. Hal yang kuketahui tentangnya adalah, ia selalu memperhatikanku bermain gitar disini.
Ketika aku memainkan gitarku kali ini, aku bisa merasakan pandangannya lekat terhadapku. Tetapi aku berusaha mengabaikannya, dan asik memandangi jemariku yang lincah memetik gitar, sambil ku bernyanyi. Tanpa kusadari, saat aku menoleh ke depan, dia sudah tepat dihadapanku..
“Kau—”
“—Aku yakin kau sudah mengetahuiku, aku selalu mengamati permainanmu. Aku selalu menyukai lagu yang kau nyanyikan.” Potongnya. Aku bahkan belum menyelesaikan kalimatku
 “Siapa—”
“—Ah! Kenalkan, namaku Taka. Kalau namamu?” tanyanya dengan senyum ramahnya.
Lagi – lagi menyela, pikirku.
“A-aku Yui.”
“Maaf aku menyela kata – katamu sebelumnya, aku hanya ingin mengurangi kesalahpahaman yang mungkin terjadi. Bisa saja kau mengira aku ini penculik kan, haha.”
“Mungkin memang seharusnya aku berpikir begitu.” Balasku
Dia hanya tertawa mendengar balasanku. Senyumnya yang polos menunjukan keramahannya.
“Umm, boleh aku mendengarkan permainkan gitarmu? Aku ingin mendengarnya lagi.” Kali ini ia tersenyum lebar. Terlihat sanagt manis, pikirku.
“Tentu saja.” Jawabku pelan.
Ia pun duduk di sebelahku. Lalu kumainkan beberapa lagu yang aku sukai, yang diselingi dengan komentar Taka tentang nada yang kumainkan. Sorot polos matanya lekat menatapku. Aku rasa aku cukup nyaman bersamanya.
Pada malam itu, kita menghabiskan waktu bersama, mengobrol bersama. Dia adalah orang yang baru kukenal, tetapi banyak hal yang telah kuketahui tentang dirinya dari percakapan malam itu. Dia juga mengetahui banyak hal tentang diriku, terkecuali tentang penyakitku ini. Jika ia bertanya, kukatakan saja kalau aku sibuk di siang hari, sehingga waktu senggangku hanya di malam hari. Alasan yang kurang masuk akal menurutku, tetapi tetap saja ia mempercayaiku. Bahkan, dia berjanji akan datang dihari esok pada waktu yang sama untuk menemaniku, esok hari, dan esoknya lagi.
Tanpa kusadari, semakin lama, hubunganku dengan Taka terasa semakin erat. Bahkan tanpa kusadari, aku telah menyukainya. Sifatnya yang atraktif, perhatiannya, cerianya, selalu berhasil menutupi kesepianku ketika aku menanti malam tiba. Meski aku tak tahu bagaiman perasaannya padaku, tetapi aku selalu ingin menikmati hariku bersamanya.
Suatu hari, Taka datang mengunjungi rumahku ketika menjelang malam hari. Taka berencana ingin mengajaku bpergi bersamanya.
“Hati – hati, Yui. Kamu harus jaga dirimu baik – baik. Cepat pulang ya.” Pinta Ibu sebelum aku pamit kepadanya dan Ayahku, lalu meninggalkan rumah.
“Kau ingun pergi kemana?” Tanya nya setelah kita keluar dari rumahku.
“Kemana saja, kan kamu yang mengajakku keluar.” Kataku sambil menatapnya. Ia tersenyum manis padaku, menarik tanganku untuk berjalan lebih cepat. Sejenak, jantungku berhenti bertedak, merasakan kehangatan genggamannya
“Akan kutunjukan dunia.” Katanya singkat sambil menatap ke arah depan. Wajahnya tampak begitu bersemangat. Ini akan jadi perjalanan yang panajang, pikirku. Ia menuntunku ke beberapa tempat, tempat yang terlihat indah ketika malam tiba. Aku menghabiskan seluruh malamku bersamanya. Terasa sangat menyenangkan, dan sangat cepat.
“Perhentian terakhir adalah taman didekat rumahmu.” Kata Taka, masih dengan semangatnya.
Aku hanya mengangguk untuk mengiyakan. Kapan lagi dapat menghabiskan waktu bersama pujaan hatiku, pikirku dengan menahan senyumku.
Ketika sudah berada di taman, kita duduk di tempat yang biasa kita tempati. Karena kelelahan, aku pun tertidur di sebelah Taka, meninggalkan Taka yang sedang becerita panjang lebar—berbicara dengan dirinya sendiri. Tetapi, perlahan aku terperanjat sesaat dan terbangun dari tidurku. Taka membangunkanku.
“Hei bangun, aku ingin kau melihat matahari terbit ini.”
Aku terkejut, melihat sekeliling, matahari sudah mulai terbit. Aku berdiri dari tempat duduk, berlari sebelum pancaran sinar matahari mulai muncul dan mengenai tubuh rapuhku. Taka yang tidak mengetahui penyebabku berlari, hanya mengejarku sambil menyebut namaku. Tetapi aku terlalu lamban, pancaran sinar matahari itu seperti mengejarku, dan mengenai tubuhku, sebelum aku tiba di depan rumahku dan berhasil membuka pintu. Segera kututp pintu, aku bersandar di belakangnya, mendengarkan teriakan Taka dari luar rumah. Ia bertanya – tanya apa yang terjadi padaku. Hanya sakit dan panas yang dapat aku rasakan. Orangtuaku yang telah menantiku pulang, panik. Sesaat sebelum kulihat Ayahku mengangkat gagang telepon untuk menelpon ambulan, kepalaku terasa berat, dan semuanya menjadi gelap.
Mungkin inilah akhir hidupku, aku tak bisa menikmati hidupku,penyakit yang aku takutkan—kanker kulit mematikan, sudah tak bisa kuhindari, semua hanya tinggal menanti waktunya tiba. Kini aku menyesal, hidupku terlalu cepat berakhir, bahkan aku tak bsa menikmati cinta—tiba – tiba aku teringat dengan Taka. Apa yang terjadi padanya? Aku yakin dia telah mengetahui penyakitku, mungkin dia menyesal, merasa bersalah, dan mungkin dia tidak mau menemuiku lagi. Bahkan hingga aku berhenti menghitung mundur hari kematianku.

No comments:

Post a Comment